Selasa, 17 Februari 2009

raperda pendidikan

Kamis, 04-12-08 | 21:29 | 473
Perubahan Itu Sudah Dimulai dari Gowa

Oleh: H Zainuddin Nawa (Alumnus FH-UII Yogyakarta, PPs STIEM Bongaya)

Kalau saja Bupati Gowa, H Ichsan Yasin Limpo di pengujung tahun ini dianugerahi penghargaan tertinggi berupa Anugrah "Setya Lencana Wira Karya" oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,

maka kalimat pantas dan wajarlah yang pertama terucap sebagai apresiasi dari sosok bupati pejuang sektor pendidikan itu.

Sejauh yang penulis kenal, sosok Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo bukanlah sosok yang berorientasi mengejar gelar penghargaan . Namun, program dan visi-misinya dalam mewujudkan Gowa sebagai andalan Sulsel dan sejajar dengan daerah maju lainnya di Indonesia, tidak bisa tidak, memang harus kejar target.

Apalagi waktu pilkada periode 2005-2010 lalu, Ichsan yang maju berpasangan H Abd Razak Badjidu, telanjur punya "ikatan" dengan rakyat Gowa dalam sebuah Kontrak Politik".

Perkara ini tidak mudah lantaran MoU (Memorandum of Understanding) antara kedua pasangan calon bupati ketika itu dengan rakyat yang bakal dipimpinnya kemudian hari, disaksikan oleh 45 anggota legislatif disertai statement "kesiapan untuk lengser keprabon (siap mundur) jika gagal memenuhi dalam setahun kepemimpinannya,

yakni terbangunnya 154 SPAS (Sanggar Pendidikan Anak Saleh) untuk seluruh Kelurahan dan Desa, terwujudnya 108 unit puskesmas pembantu, dan diberikannya subsidi buku wajib kepada 36.270 dari target sekitar 26.824 siswa.

Hanya delapan bulan, tiga strong point pembangunan itu sangat optimal hingga pencapaian 140 persen. SPAS telah menjadi percontohan nasional model pendidikan alternatif untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Menariknya, karena SPAS oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas telah menyetujui untuk disetarakan dengan paket C atau setara SD.

Pendidikan informal ini, sungguhpun merupakan program pembelajaran alternatif bagi anak-anak usia produktif, kenyataannya dimanfaatkan pula oleh sebagian warga usia lanjut yang belum melek huruf dan angka.

Model pembelajaran ini cukup digemari warga pedesaan, mungkin karena para tutornya yang direkrut dari komunitas lokal, mampu membimbing dengan penekanan pada perbaikan akhlakul karimah, nilai-nilai agama, budaya daerah dan ilmu pengetahuan umum.

Adapun siswa direkrut secara gratis dari anak keluarga kurang mampu, terkebelakang, anak putus sekolah. Sanggar inipun diharapkan menjadi sarana perpustakaan desa dengan fasilitas sejumlah buku dari pemerintah daerah, termasuk menjadi barisan terdepan dalam memerangi "melek aksara".

Apakah capaian ini membuat sang bupati lantas berpuas dan berbangga diri? Sebagai seorang insan manusia biasa, sudah pasti ya, tapi menjadi figur dari "Strong Leader Government" sudah pasti berkeinginan bagaimana mengelola sebuah pemerintahan ini lebih "greget"

agar segera terjadi perubahan serta stabilitas sosial yang membawa dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya percepatan perubahan adalah dengan menggebrak sektor pendidikan secara gratis tanpa mengabaikan segepok sektor lain,

semisal investasi yang bertumpu pada ekonomi rakyat dan sumber daya alam tersedia. Dengan demikian, masyarakat mempunyai daya tawar lebih kuat terhadap pemerintah, sehingga menghasilkan pertumbuhan disertai pemerataan lantaran terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Sektor ekonomi rakyat dan investasi di Gowa sebagaimana dirilis Bank Indonesia (BI) tahun ini berada di urutan 10 besar untuk kabupaten/kota se Indonesia. Adapun besaran investasi masyarakat di berbagai bank pemerintah dan swasta yang ada di wilayah Gowa,

menunjukkan angka menggembirakan dengan nilai sekira 183 miliar pada 2008, sementara tiga tahun sebelumnya pada posisi 26 miliar. Indikasi dari adanya posisi tawar masyarakat jelas tidak lepas dari daya belinya setelah program pendidikan gratis dicanangkan di Gowa.

Perda Pendidikan Gratis

Langkah berani dan layak dipuji telah dilakukan Ichsan Yasin Limpo sebagai qonditio sine quo non dari berbagai kebijakan sejak dilantik pada 13 Agustus 2005, yakni berlakunya Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2008 tentang Pendidikan Gratis di Gowa.

Di tengah kesimpangsiuran antara ketentuan mahalnya anggaran pendidikan yang kian tak terjangkau, kualitas pengajaran makin tak bermutu, sistem pendidikan yang membingungkan dan praktik birokrasi masih mengedepankan komersialisasi,

oleh sang bupati dengan dukungan legislatif melakukan gebrakan, menghapus seluruh jenis pungutan yang selama ini telah mentradisi serta menjadi pungli yang dilegalkan oleh para guru, kepala sekolah dan komite sekolah.

Setidaknya ada 14 jenis pungutan telah di-haram-kan untuk dipungut dari orang tua siswa dan segala ongkos serta beban semua itu diambil alih oleh pemerintah daerah. Langkah taktis ini telah mejadi komitmen antara pelaku dan seluruh stokeholders pendidikan dengan bupati Gowa sejak dicanangkannya pendidikan gratis tahun lalu.

Sederet sanksi administratif bahkan delik hukum akan dikenakan bagi oknum yang lancang melabrak perda ini. Faktanya, sudah 9 kepala sekolah dan 3 kepala cabang dinas dinon-jobkan serta 2 guru honor diberhentikan setelah terbukti melakukan pungutan.

Sejujurnya, bukan hanya pendidikan dan kesehatan gratis telah lama dan sangat diharapkan oleh masyarakat Gowa yang masih punya stok sekira 20.864 jiwa di bawah garis kemiskinan dan termarjinalkan.

Lebih dari itu adalah tampilnya pemimpin "kharismatik-religius" dan "progresif- altruistis" yang pada simpulannya melahirkan "kekuatan simbolik" untuk membawa selaksa perubahan di Gowa.

Kekuatan kepemimpinan yang "progresif-altruistis" adalah type kepemimpinan dengan kekuatannya akan menolak atau mematahkan suatu keadaan status quo sebab pemerintahan menjadi stagnan jika tak mampu membawa perubahan yang signifikan.

Kesemua tindakan serta arah kebijakannya semata-mata dilandasi dari keinginan untuk melakukan perubahan demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Begitupula kepemimpinan kharismatik-religius, semata-mata menempatkan moral dan kewibawaan yang dilandasi nilai-nilai kultural dan keagamaan sebagai "trace" dalam kepemimpinannya.

Talenta kepemimpinan Ichsan yang dikenal tegas dan tidak suka basa-basi itu secara instristik telah mengejawantahkan "kekuatan simbolik" yang memang dibutuhkan oleh sebuah daerah dengan keterlanjurannya memiliki "adagium" untuk menyejajarkan daerah termaju lainnya di Indonesia dalam kesejahteraan rakyat lahir-batin.

Sebagai putra Gowa, Ichsan dengan berbekal pengalaman politik ke-enterpreneurship tahu persis apa, bagaimana dan ke depan daerah ini melangkah, "sangkan paraning dumadi, ke mana arah kita menuju tanpa bekal pendidikan memadai maka ketertinggalan yang tinggal.

Siapapun akan mafhum tentang situasi dari berbagai krisis multidimensi yang mendera bangsa ini sejak 1997 menyusul rontoknya perekonomian global setelah negara adikuasa Amerika Serikat dilanda krisis tahun finansial ini.

Jangan dikira kehancuran ekonomi ini tidak berimplikasi terhadap rontoknya sistem sosial, politik, budaya tapi juga pada krisis sistem pemerintahan simbolik pusat hingga ke bebagai level pemerintahan di daerah.

Tanpa disadari oleh kita semua, meminjam istilah Yasraf A Piliang, bahwa selama ini, sebenarnya telah berlangsung semacam "krisis simbolik" atau ketidakmampuan sistem simbol yang ada untuk menciptakan citra positif ke-Indonesia-an yang menggiring ke sebuah situasi "degradasi simbolik".

Menurut peneliti ini, citra buruk Indonesia teramat menakutkan karena seluruh instrumen kelembagaan dari hulu hingga hilir (pusat dan daerah) kurang mencerminkan pencitraan positif.

Diperparah lagi oleh diseminasi secara global lewat berbagai media elektronik dan cetak yang diciptakan kelompok tertentu dari negara luar sehingga investor ragu-ragu menanamkan modalnya.

Solusinya adalah dibutuhkan pemimpin yang memiliki karakter kekuatan simbolik yang mampu menyatukan semua elemen masyarakat mencapai kesejahteraannya. Apalagi di era otonomi daerah kini,

dimungkinkan apresiasi dan kreativitas masing-masing pemimpin wilayah untuk berani tampil beda dengan wilayah atau daerah lainnya agar tampil menjadi kekuatan simbolik.

Pierre Bourdieu dalam Language and Symbolic Power (1991) menjelaskan bahwa kekuatan simbolik, yakni bagaimana di balik sebuah simbol beroperasi sebuah kekuasaan. Simbol, kata Pierre lagi, memiliki kekuatan untuk mengontruksi realitas yang bagai kekuatan sihir mampu menggiring orang agar memercayai,

mengakui dan mengubah pandangan mereka tentang realitas seseorang, sekelompok bahkan sebuah bangsa. Kekuatan simbol juga berfungsi sebagai alat pemersatu, melakukan perubahan, reformasi, transformasi, provokasi bahkan subversif.

Sejarah telah memproduksi berbagai "kekuatan simbolik positif" yang mampu menggerakkan, semisal Soekarno sebagai simbol anti-imperialisme, Hatta menjadi simbol koperasi Indonesia,

Nelson Mandela di Afrika Selatan adalah simbol anti-rasisme (apharteid), Gandhi di India menjadi simbol anti-kekerasan, Khomeini di Iran sebagai simbol revolusi Islam, Syahrul Yasin Limpo bersimbol anti-kebodohan dan kemelaratan di Sulsel.

Bagaimana di tingkat lokal Gowa? Sebagai bekas kerajaan besar yang pernah jaya dan memiliki dua pahlawan nasional sekaligus,

yakni Sultan Hasanuddin dan Syekh Yusuf al-Makassary Tuanta Salamaka, kekuatan simbolik positif bisa menjadi genre dan modal besar dalam menggerakkan mesin perubahan,

reformasi pendidikan lewat program semua gratis dan intelektual. Dalam relasi kekuatan simbolik lokal itu, tak salah kiranya jika predikat "Bupati Pejuang Pendidikan", Ichsan Yasin Limpo, juga dilambangkan sebagai simbol dari anti-kebodohan dan keterbelakangan. (*)
http://www.fajar.co.id

Bupati Gowa: Saya Sangat Serius dengan Pendidikan Gratis.

Bupati Gowa
Bupati Gowa: H Ichsan YL
Gowa, 13 Juni 2008. Pendidikan gratis. Bagi para calon kepala daerah yang bersaing di pilkada, pendidikan gratis sering dijadikan isu hangat untuk menarik simpati para pemilih. Tapi ketika mereka terpilih menjadi pemimpin, isu ini juga hilang bersama angin. Berbeda dari calon kepala daerah, bagi Ichsan Yasin Limpo yang kini menjabat sebagai Bupati Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pendidikan gratis adalah sebuah strategi besar untuk mencapai visi masa depan di kabupatennya.

“Gowa akan maju jika kabupaten ini memiliki sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, dan itu hanya bisa dicapai jika anak-anak bisa mendapatkan pendidikan yang baik,” ujar Ichsan saat menerima tim MCPM di ruang kerjanya, Kamis pagi (12/06)

Program pendidikan gratis mulai diresmikan di Gowa pada Maret 2008, tepatnya pada saat rapat koordinasi bidang pendidikan (26/03) yang dihadiri oleh 1.000 peserta, termasuk anggota DPRD, pejabat kantor dinas pendidikan, guru dan kepala sekolah.

“Hampir empat jam saya berdiri di depan mereka. Saya harus menjelaskan secara detil mengapa program ini penting. Proses diskusinya berjalan secara interaktif. Setiap ada pertanyaan langsung saya jawab, dan mereka pun langsung bisa menanggapi jawaban tersebut. Saya tak keberatan melakukan hal itu, asalkan mereka bisa memahami secara baik dan mau mendukung program ini,” ujarnya semangat.

Pemerintahan yang dipimpinnya juga menetapkan Peraturan Pemerintah (Perda) No. 4 tahun 2008 untuk mengatur pendidikan gratis. Satu dari peraturan tersebut menyebutkan tentang alokasi anggaran pendidikan. Kabupaten Gowa memiliki total APBD sebesar Rp. 565 milyar telah anggaran sebesar 21,6 % untuk bidang pendidikan, di luar gaji dan tunjangan bagi para guru.

Dengan alokasi ini, para siswa yang bersekolah di sekolah negeri tidak perlu lagi membayar uang sekolah. Kebijakan ini diterapkan dari tingkat sekolah dasar hingga menengah umum dan kejuruan. Perda ini juga membebaskan orang tua dari 14 biaya pendidikan lainnya yang selama ini harus mereka bayar, seperti biaya seragam, biaya ujian dan biaya Lembar Kerja Siswa (LKS).

“Jadi, dengan program ini orang tua hanya menyekolahkan anaknya. Itu saja,” tegasnya.

Situasi ekonomi sekarang ini, ujarnya lagi, telah membuat hidup masyarakat menjadi berat. Apalagi setelah pemerintah menaikan harga BBM. Menurutnya, Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan kepada rakyat miskin juga tak akan membantu terlalu banyak jika para orang tua tetap harus membayar pendidikan anak-anaknya. “Mereka akan berpikir dua kali untuk menyekolahkan anak, atau malah tidak berpikir sama sekali mengenai pendidikan. Anak-anak harus berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Akibatnya, kemiskinan kan terus mengikuti kehidupan mereka. Itu sebabnya pendidikan gratis benar-benar dibutuhkan sekarang ini!” ujarnya.

Di Kabupaten Gowa, layanan pendidikan gratis juga diberikan kepala sekolah, guru dan sekolah. Peningkatan tunjangan guru diberikan dengan mengurangi biaya operasional. “Kami bekerja sama dengan pihak bank untuk menyalurkan gaji guru ke sekolah. Sehingga mereka tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk mengambil gaji di kota,”

Pelajar GowaIchsan juga membuat sistem yang memastikan bahwa program ini akan berjalan baik. Ia menyediakan layanan telepon dan mengijinkan siapapun untuk menelpon atau mengirimkan pesan jika mereka mengeluhkan program ini.

“Handphone saya aktif 24 jam. Jika ada indikasi korupsi dalam program ini mereka bisa langsung melaporkannya kepada saya,” tegasnya lagi.

Ia mencontohkan sebuah kasus dimana seorang kepala sekolah terpaksa diperiksa karena dituduh mengambil uang untuk pembelian LKS. Kepala sekolah ini kemudian dihukum secara administrative dan hukum.

“Ini bukan kasus pertama dan saya sangat serius menangani masalah ini,” ujar adik kandung Gubernur Sulawesi Selatan ini.

Ia menambahkan, dalam perda juga diatur mengenai keterlibatan polisi, kantor kejaksaaan dan pengadilan untuk mendukung program ini.

Lantas, bagaimana dengan sekolah-sekolah yang dibangun melalui AIBEP? Apakah bupati ini juga akan memberikan perhatian terhadap kegiatan di sekolah AIBEP? Dengan cepat Ichsan segera menjawab, “Tentu saja saya akan lakukan. Meskipun AusAID belum memintanya, saya pasti akan mengawasi kegiatan di sekolah AIBEP di Gowa, sebab program ini telah menjadi bagian dari program kami,”

AIBEP dan Kabupaten Gowa, ujar Ichsan, memiliki persamaan tujuan untuk menyediakan pendidikan gratis dengan kualitas yang lebih baik bagi anak-anak. “Jadi, untuk memastikan bahwa anak-anak tak akan pernah tersentuh kemiskinan, Kita para orang tua-pemerintah dan lembaga donor harus bekerja sama untuk mensukseskan program ini.”
Gowa Gratiskan Pendidikan sampai SMA


Dari: "cakba...@yahoo.co.id"

Contoh yg baik. Bisakah daerah lain mencontoh Gowa?

-
Agus Hamonangan wrote:
> http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2009/01/22/ 01054343/ gowa.gratiskan. pendidikan. sampai.sma
> Makassar, Kompas - Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sejak
> tahun 2007 tak hanya menggratiskan pendidikan jenjang SD-SMP, tetapi
> juga hingga SMA atau yang sederajat. Didukung peraturan daerah dan
> peraturan bupati, pendidikan gratis berjalan tanpa hambatan karena
> sangat jelas jenis pungutan yang dilarang terkait operasional sekolah.
> "Pakaian seragam sekolah dan sepatu pun tidak kami haruskan karena
> komponen semacam itu sangat potensial diwarnai pungutan. Siswa yang
> tidak punya pakaian seragam dan sepatu dipersilakan masuk sekolah
> dengan pakaian bebas asal rapi," kata Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo,
> Rabu (21/1).
> Bupati yang mendapatkan penghargaan dari Presiden Susilo Bambang
> Yudhoyono Desember 2008 atas prestasinya dalam bidang pendidikan itu
> menyatakan heran atas munculnya kegagapan sejumlah pejabat pendidikan
> dalam menjalankan pendidikan gratis (Kompas, 21/1).
> Ia menegaskan, pendidikan gratis merupakan wujud sinergi antara
> pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
> Model sinergi tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan daerah dan
> peraturan bupati. Bahkan, dengan adanya sinergi ketiga lapis
> pemerintah itu, pendidikan gratis bisa ditingkatkan pada jenjang
> SMA/MA/SMK.
> 14 jenis larangan
> Salah satu pasal Peraturan Daerah Kabupaten Gowa No 4/2008 melarang
> kepala sekolah/ guru melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada
> orangtua siswa. Komite sekolah pun dilarang melakukan hal serupa.
> Sebagai patokan, dicantumkan 14 jenis pungutan yang dilarang: (1)
> bantuan pembangunan, (2) bantuan dengan alasan dana sharing, (3)
> pembayaran buku, (4) iuran Pramuka, (5) lembar kerja siswa, (6) uang
> perpisahan, (7) uang foto, (8) uang ujian, (9) uang ulangan/semester,
> (10) uang pengayaan/les, (11) uang rapor, (12) uang penulisan ijazah,
> (13) uang infak, (14) serta segala jenis pungutan yang membebani siswa
> dan orangtua.
> "Dua tahun terakhir, sebanyak sembilan guru/kepala sekolah yang
> terpaksa dibebastugaskan lantaran melanggar aturan itu, termasuk
> seorang di antaranya saudara sepupu bupati," ujar Zainuddin Kaiyum,
> Kepala Kantor Informasi dan Humas Kabupaten Gowa.
> Eddy Chandra, Kepala Seksi Subsidi Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa,
> menyebutkan, sekitar Rp 11 miliar dana APBD Kabupaten Gowa
> dialokasikan untuk pendidikan gratis. Jumlah itu mencapai 21,26 persen
> dari APBD Kabupaten Gowa.
> "Masyarakat boleh menyumbang ke sekolah, tetapi dengan syarat di
> sekolah bersangkutan si penyumbang tidak punya sanak famili. Ini agar
> siswa naik kelas dan lulus ujian secara obyektif," kata Eddy.
> Improvisasi BOS
> Di Bandung, Pemerintah Kota Bandung melakukan improvisasi kebijakan
> dalam melaksanakan program pendidikan dasar gratis. Improvisasi itu
> salah satunya berupa program bantuan operasional sekolah (BOS)
> berkategori.
> Pemkot Bandung mulai tahun ini menganggarkan BOS pendamping senilai Rp
> 325,3 miliar. Dana sebesar ini digunakan untuk membebaskan 357.813
> siswa SD dan SMP, baik negeri ataupun swasta, di Bandung dari pungutan
> dana sumbangan pendidikan dan iuran bulanan (SPP). Namun, berbeda
> dengan BOS pusat, besaran dana ini dibuat dalam kategori atau
> diklasifikasikan berdasarkan kondisi sekolah.
> Untuk SD, besaran pagu dibagi dalam lima kategori, mulai dari Rp
> 200.000 hingga Rp 350.000 per siswa tiap tahun. "Adapun SMP berkisar
> Rp 550.000 hingga Rp 700.000," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota
> Bandung Oji Mahroji. (NAR/JON)






Wal Suparmo

Salam,
Uang pendidikan gratis, biasanya yang dimaksudkan adalah IURAN SEKOLAH yang gratis sedangkan 14 macam pungutan lain yang dilarang masih harus dibuktikan apakah masih JALAN TERUS seperti BIASA( business as usual) setelah 1 tahun atau apakah terbukti tidak ada lagi..

Wsaalam,
Wal Suparmo

--- Pada Jum, 23/1/09, cakba...@yahoo.co.id menulis:

Dari: cakba...@yahoo.co.id


Contoh yg baik. Bisakah daerah lain mencontoh Gowa?

- Sembunyikan teks kutipan -
- Tampilkan teks kutipan -
Agus Hamonangan wrote:
> http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2009/01/22/ 01054343/ gowa.gratiskan. pendidikan. sampai.sma
> Makassar, Kompas - Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sejak
> tahun 2007 tak hanya menggratiskan pendidikan jenjang SD-SMP, tetapi
> juga hingga SMA atau yang sederajat. Didukung peraturan daerah dan
> peraturan bupati, pendidikan gratis berjalan tanpa hambatan karena
> sangat jelas jenis pungutan yang dilarang terkait operasional sekolah.
> "Pakaian seragam sekolah dan sepatu pun tidak kami haruskan karena
> komponen semacam itu sangat potensial diwarnai pungutan. Siswa yang
> tidak punya pakaian seragam dan sepatu dipersilakan masuk sekolah
> dengan pakaian bebas asal rapi," kata Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo,
> Rabu (21/1).
> Bupati yang mendapatkan penghargaan dari Presiden Susilo Bambang
> Yudhoyono Desember 2008 atas prestasinya dalam bidang pendidikan itu
> menyatakan heran atas munculnya kegagapan sejumlah pejabat pendidikan
> dalam menjalankan pendidikan gratis (Kompas, 21/1).
> Ia menegaskan, pendidikan gratis merupakan wujud sinergi antara
> pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
> Model sinergi tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan daerah dan
> peraturan bupati. Bahkan, dengan adanya sinergi ketiga lapis
> pemerintah itu, pendidikan gratis bisa ditingkatkan pada jenjang
> SMA/MA/SMK.
> 14 jenis larangan
> Salah satu pasal Peraturan Daerah Kabupaten Gowa No 4/2008 melarang
> kepala sekolah/ guru melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada
> orangtua siswa. Komite sekolah pun dilarang melakukan hal serupa.
> Sebagai patokan, dicantumkan 14 jenis pungutan yang dilarang: (1)
> bantuan pembangunan, (2) bantuan dengan alasan dana sharing, (3)
> pembayaran buku, (4) iuran Pramuka, (5) lembar kerja siswa, (6) uang
> perpisahan, (7) uang foto, (8) uang ujian, (9) uang ulangan/semester,
> (10) uang pengayaan/les, (11) uang rapor, (12) uang penulisan ijazah,
> (13) uang infak, (14) serta segala jenis pungutan yang membebani siswa
> dan orangtua.
> "Dua tahun terakhir, sebanyak sembilan guru/kepala sekolah yang
> terpaksa dibebastugaskan lantaran melanggar aturan itu, termasuk
> seorang di antaranya saudara sepupu bupati," ujar Zainuddin Kaiyum,
> Kepala Kantor Informasi dan Humas Kabupaten Gowa.
> Eddy Chandra, Kepala Seksi Subsidi Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa,
> menyebutkan, sekitar Rp 11 miliar dana APBD Kabupaten Gowa
> dialokasikan untuk pendidikan gratis. Jumlah itu mencapai 21,26 persen
> dari APBD Kabupaten Gowa.
> "Masyarakat boleh menyumbang ke sekolah, tetapi dengan syarat di
> sekolah bersangkutan si penyumbang tidak punya sanak famili. Ini agar
> siswa naik kelas dan lulus ujian secara obyektif," kata Eddy.
> Improvisasi BOS
> Di Bandung, Pemerintah Kota Bandung melakukan improvisasi kebijakan
> dalam melaksanakan program pendidikan dasar gratis. Improvisasi itu
> salah satunya berupa program bantuan operasional sekolah (BOS)
> berkategori.
> Pemkot Bandung mulai tahun ini menganggarkan BOS pendamping senilai Rp
> 325,3 miliar. Dana sebesar ini digunakan untuk membebaskan 357.813
> siswa SD dan SMP, baik negeri ataupun swasta, di Bandung dari pungutan
> dana sumbangan pendidikan dan iuran bulanan (SPP). Namun, berbeda
> dengan BOS pusat, besaran dana ini dibuat dalam kategori atau
> diklasifikasikan berdasarkan kondisi sekolah.
> Untuk SD, besaran pagu dibagi dalam lima kategori, mulai dari Rp
> 200.000 hingga Rp 350.000 per siswa tiap tahun. "Adapun SMP berkisar
> Rp 550.000 hingga Rp 700.000," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota
> Bandung Oji Mahroji. (NAR/JON)




cakbagio@yahoo.co.id

Salam Pak WS. Dengan adanya Perda di Gowa yg mengatur itu, ada hukum administrasi yg bisa ditegakkan. Kalau Perda itu tak ditegakkan dg baik ya percuma. Hukum tergantung penegaknya. Kepala daerah merupakan penegak hukum administrasi dlm pemerintahan daerahnya. Kata Rasulullah SAW, iman bisa melar bisa mengkeret. Kita lihat aja apa iman Bupati Gowa terus melar apa malah akan mengkeret. Mudah-mudahan dia bisa jadi intan di antara tumpukan kotoran kepemimpinan di negara ini.

Wassalam.

Wal Suparmo wrote:
> Salam,
> Uang pendidikan gratis, biasanya yang dimaksudkan adalah IURAN SEKOLAH yang gratis sedangkan 14 macam pungutan lain yang dilarang masih harus dibuktikan apakah masih JALAN TERUS seperti BIASA( business as usual) setelah 1 tahun atau apakah terbukti tidak ada lagi..
> Wsaalam,
> Wal Suparmo




halim hd

mungkin bisa studi banding dengan baik ke daerah jembrana, musi banyuasin; di sana pendidikan dan kesehatan gratis.

--- On Fri, 1/23/09, cakba...@yahoo.co.id wrote:
From: cakba...@yahoo.co.id


Salam Pak WS. Dengan adanya Perda di Gowa yg mengatur itu, ada hukum administrasi yg bisa ditegakkan. Kalau Perda itu tak ditegakkan dg baik ya percuma. Hukum tergantung penegaknya. Kepala daerah merupakan penegak hukum administrasi dlm pemerintahan daerahnya. Kata Rasulullah SAW, iman bisa melar bisa mengkeret. Kita lihat aja apa iman Bupati Gowa terus melar apa malah akan mengkeret. Mudah-mudahan dia bisa jadi intan di antara tumpukan kotoran kepemimpinan di negara ini.

Wassalam.

------------------------------------




Yuliati Soebeno
Gak usah jauh-jauh mencontoh Gowa, lha wong negara tetangga yang dekat, yaitu THAILAND, sudah bertahun-tahun memberikan PENDIDIKAN GRATIS bagi rakyatnya, dari SD sampai dengan SMA!!

Indonesia, dengan hasil bumi yang melimpah ruah, dan kekayaan alam yang sangat besar.......PENDIDIKAN-nya selalu kalah dengan negara-negara Tetangga lain-nya! Menyedihkan bukan?

Salam,
Yuli

--- On Thu, 1/22/09, cakba...@yahoo.co.id wrote:

From: cakba...@yahoo.co.id
Subject: RE: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Gowa Gratiskan Pendidikan sampai SMA
To: "Agus Hamonangan"
Cc: "Forum-Pembaca-Kom...@yahoogroups.com"
Date: Thursday, January 22, 2009, 10:49 PM

Contoh yg baik. Bisakah daerah lain mencontoh Gowa?

- Sembunyikan teks kutipan -
- Tampilkan teks kutipan -
Agus Hamonangan wrote:
> http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2009/01/22/ 01054343/ gowa.gratiskan. pendidikan. sampai.sma
> Makassar, Kompas - Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, sejak
> tahun 2007 tak hanya menggratiskan pendidikan jenjang SD-SMP, tetapi
> juga hingga SMA atau yang sederajat. Didukung peraturan daerah dan
> peraturan bupati, pendidikan gratis berjalan tanpa hambatan karena
> sangat jelas jenis pungutan yang dilarang terkait operasional sekolah.
> "Pakaian seragam sekolah dan sepatu pun tidak kami haruskan karena
> komponen semacam itu sangat potensial diwarnai pungutan. Siswa yang
> tidak punya pakaian seragam dan sepatu dipersilakan masuk sekolah
> dengan pakaian bebas asal rapi," kata Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo,
> Rabu (21/1).
> Bupati yang mendapatkan penghargaan dari Presiden Susilo Bambang
> Yudhoyono Desember 2008 atas prestasinya dalam bidang pendidikan itu
> menyatakan heran atas munculnya kegagapan sejumlah pejabat pendidikan
> dalam menjalankan pendidikan gratis (Kompas, 21/1).
> Ia menegaskan, pendidikan gratis merupakan wujud sinergi antara
> pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
> Model sinergi tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan daerah dan
> peraturan bupati. Bahkan, dengan adanya sinergi ketiga lapis
> pemerintah itu, pendidikan gratis bisa ditingkatkan pada jenjang
> SMA/MA/SMK.
> 14 jenis larangan
> Salah satu pasal Peraturan Daerah Kabupaten Gowa No 4/2008 melarang
> kepala sekolah/ guru melakukan pungutan dalam bentuk apa pun kepada
> orangtua siswa. Komite sekolah pun dilarang melakukan hal serupa.
> Sebagai patokan, dicantumkan 14 jenis pungutan yang dilarang: (1)
> bantuan pembangunan, (2) bantuan dengan alasan dana sharing, (3)
> pembayaran buku, (4) iuran Pramuka, (5) lembar kerja siswa, (6) uang
> perpisahan, (7) uang foto, (8) uang ujian, (9) uang ulangan/semester,
> (10) uang pengayaan/les, (11) uang rapor, (12) uang penulisan ijazah,
> (13) uang infak, (14) serta segala jenis pungutan yang membebani siswa
> dan orangtua.
> "Dua tahun terakhir, sebanyak sembilan guru/kepala sekolah yang
> terpaksa dibebastugaskan lantaran melanggar aturan itu, termasuk
> seorang di antaranya saudara sepupu bupati," ujar Zainuddin Kaiyum,
> Kepala Kantor Informasi dan Humas Kabupaten Gowa.
> Eddy Chandra, Kepala Seksi Subsidi Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa,
> menyebutkan, sekitar Rp 11 miliar dana APBD Kabupaten Gowa
> dialokasikan untuk pendidikan gratis. Jumlah itu mencapai 21,26 persen
> dari APBD Kabupaten Gowa.
> "Masyarakat boleh menyumbang ke sekolah, tetapi dengan syarat di
> sekolah bersangkutan si penyumbang tidak punya sanak famili. Ini agar
> siswa naik kelas dan lulus ujian secara obyektif," kata Eddy.
> Improvisasi BOS
> Di Bandung, Pemerintah Kota Bandung melakukan improvisasi kebijakan
> dalam melaksanakan program pendidikan dasar gratis. Improvisasi itu
> salah satunya berupa program bantuan operasional sekolah (BOS)
> berkategori.
> Pemkot Bandung mulai tahun ini menganggarkan BOS pendamping senilai Rp
> 325,3 miliar. Dana sebesar ini digunakan untuk membebaskan 357.813
> siswa SD dan SMP, baik negeri ataupun swasta, di Bandung dari pungutan
> dana sumbangan pendidikan dan iuran bulanan (SPP). Namun, berbeda
> dengan BOS pusat, besaran dana ini dibuat dalam kategori atau
> diklasifikasikan berdasarkan kondisi sekolah.
> Untuk SD, besaran pagu dibagi dalam lima kategori, mulai dari Rp
> 200.000 hingga Rp 350.000 per siswa tiap tahun. "Adapun SMP berkisar
> Rp 550.000 hingga Rp 700.000," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota
> Bandung Oji Mahroji. (NAR/JON)





Anda harus Masuk agar dapat memposting pesan.
Untuk memposting pesan, Anda harus terlebih dahulu bergabung ke grup ini.
Perbarui nama panggilan Anda pada halaman pengaturan langganan sebelum memposting.
Anda tidak memiliki izin yang diperlukan untuk memposting.


Lisman Manurung
Lihat profil
Pilihan lainnya 26 Jan, 13:05
Dari: Lisman Manurung
Tanggal: Sun, 25 Jan 2009 22:05:10 -0800 (PST)
Lokal: Sen 26 Jan 2009 13:05
Perihal: RE: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Gowa Gratiskan Pendidikan sampai SMA
Balas | Balas ke penulis | Teruskan | Cetak | Masing-masing pesan | Tampilkan aslinya | Laporkan pesan ini | Cari pesan menurut penulis ini
Gratis uang sekolah dilakukan oleh berbagai negara. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah keadilan bagi yang menerima. Gratis-gratisan bisa berujung pada rendahnya mutu pengajaran. Jika yang memperoleh gratisan itu adalah anak-anak orang kaya (kokay, kata orang Jakarta) sementara kesejahteraan guru tidak diperhatikan, maka di dalam jangka panjang, akan terjadi kemunduran mutu, dan kemudian berubah menimbulkan banyaknya guru mengajar les berbayar.

Jadi, keinginan yang yang baik hendaknya selalu diupayakan agar realistis. Perda itu adalah 'sesuatu' yang realistis, demikian kata teori public policy. Perda adalah kebijakan publik, yang notabene bukan semata-mata 'diterima' rakyat untuk dipatuhi saja, tetapi juga kerap 'diabaikan' jika memang dinilai tidak adil.





--- On Sat, 1/24/09, cakba...@yahoo.co.id wrote:

From: cakba...@yahoo.co.id
Subject: RE: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Gowa Gratiskan Pendidikan sampai SMA
To:
Cc: "Forum-Pembaca-Kom...@yahoogroups.com"
Date: Saturday, January 24, 2009, 11:10 AM

Salam Pak WS. Dengan adanya Perda di Gowa yg mengatur itu, ada hukum administrasi yg bisa ditegakkan. Kalau Perda itu tak ditegakkan dg baik ya percuma. Hukum tergantung penegaknya. Kepala daerah merupakan penegak hukum administrasi dlm pemerintahan daerahnya. Kata Rasulullah SAW, iman bisa melar bisa mengkeret. Kita lihat aja apa iman Bupati Gowa terus melar apa malah akan mengkeret. Mudah-mudahan dia bisa jadi intan di antara tumpukan kotoran kepemimpinan di negara ini.

Wassalam.

------------------------------------


=====================================================


Pemda Harus Buat Perda Sumbangan Sekolah
Selasa, 27-Januari-2009, 14:43:40 Klik: 63 Kirim-kirim Print version
Web hosting murah. Gratis MP4 Player 8GB !
ShareThis
Jakarta, Kominfo Newsroom -– Pemerintah daerah diminta mengatur keberadaan pungutan atau sumbangan pendidikan di masing-masing sekolah guna mengantisipasi pihak sekolah yang sudah mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) melakukan penyimpangan dengan mengatasnamakan sumbangan pendidikan.

''P emda harus membuat aturan lewat perda, supaya sumbangan atau pungutan liar di sekolah bisa diminimalisir, dan hal itu sudah ditegaskan Mendiknas,'' ujar Direktur Pembinaan SMP Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, Didik Suhardi, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (27/1).

Selama ini banyak sekali pengaduan yang berkaitan dengan masih adanya sejumlah sumbangan yang masuk kategori biaya operasional dan investasi sekolah, padahal sekolah negeri maupun swasta di tingkat SD dan SMP yang sudah menerima BOS tidak lagi diperkenankan mengadakan pungutan berlebih.

Meski demikian, jika ada pihak wali murid yang ingin memberikan sumbangan kepada sekolah, tetap diperbolehkan, kata Didik Suhardi.

Dengan demikian, sifatnya tidak tetap, tidak mengikat dan tidak ditentukan besarannya. ''Kalau yang namanya sumbangan itu ya harus sukarela. Tidak boleh pihak sekolah mengatakan itu sebagai sumbangan kalau sifatnya mengikat, ditentukan besarannya dan tetap waktunya,'' kata Didik.

Keberada an Perda sumbangan sekolah pun nantinya harus dilihat sebagai sebuah antisipasi atas pembenaran pungutan lain di luar dana BOS, dan jangan sampai perda justeru melegalisir adanya pungutan atau sumbangan liar di sekolah.

Sepert i tahun-tahun sebelumnya, dana BOS akan dikucurkan pertahap, yakni Januari-Maret; April-Juni; Juli-September dan Oktober-Desember. Untuk tahap pertama, dipastikan sampai ke masing-masing rekening sekolah pada Februari. Besaran dana yang akan dikucurkan pada tahap awal dari Februari hingga Maret 2009 sebesar Rp4 triliun.

''Juml ah itu akan diberikan kepada 9,4 juta siswa SMP dan 27,1 juta siswa SD di seluruh Indonesia,'' kata Didik Suhardi, seraya menambahkan, terjadi kenaikan unit cost untuk masing-masing siswa SD dan SMP pada tahun ini.

Masing-mas ing per tahun untuk siswa SD di kota Rp 400.000, siswa SD di kabupaten Rp397.000, untuk SMP di kota Rp575.000 dan SMP di kabupaten Rp570.000.

Meng enai jenis masuk kategori satuan biaya BOS, Didik mengatakan tetap sama dengan tahun-tahun sebelumnya yakni untuk Penerimaan Siswa Baru (PSB), kegiatan operasional sekolah, pemeliharaan kebersihan dan kerusakan sekolah, pendidikan dan pelatihan guru, kegiatan kesiswaan, pendagaan kertas ujian dan beberapa item lainnya.

''Yang baru hanya pembelian komputer. Ditetapkan untuk SD maksimal punya 1 unit komputer, SMP maksmimal 2 unit. Kenapa maksimal? Supaya jangan sampai semua uang BOS untuk beli komputer saja,'' ujar Didik.

Saat ini BOS baru mampu mengcover sekitar 70 persen pembiayaan pendidikan masing-masing siswa. Karena itu, sesuai PP 48/2008 tentang pendanaan pendidikan, pemerintah pusat dan daerah sama-sama bertanggung jawab. ''Apalagi yang namanya biaya investasi seperti uang gedung, itu sudah menjadi tanggung jawab Pemda,'' kata Didik.

Karena itu, bagi siapa saja kepala sekolah, khususnya SMP di tanah air yang masih mewajibkan orang tua murid memberikan sumbangan padahal sudah menerima dana BOS, bisa diadukan lewat telepon bebas pulsa di 08001401299 atau 021-5725980. Atau bisa juga ke nomor Fax 021-5731070 dan 021-5725645..(T.Ad/toeb )
http://www.endonesia.com

1 komentar:

  1. Apakah Anda membutuhkan pinjaman? Apakah Anda telah mencari di mana untuk mendapatkan pinjaman? Apakah Anda pernah mencoba untuk mendapatkan jenis pinjaman? kemudian menerapkan sekarang di? (carlosellisonfinance@outlook.com) jika Anda ingin mendapatkan pinjaman terjangkau. Pinjaman yang ditawarkan di sini pada tingkat bunga yang sangat rendah dari 2%. Hubungi kami jika anda tertarik.

    BalasHapus